Batasan dua dekade tanpa sungkan akan menghapus nama Lev Yashin, Franz Beckenbauer, Enzo Francescoli, Johan Cruyff, hingga Diego Maradona. Nama-nama ini adalah deretan pesepakbola yang populer dan mencapai puncak keemasaannya sebelum dekade 1990an. Di satu sisi konteks waktu yang dijadikan lingkup bahasan memperkecil komparasi tak sebanding antara dua kurun waktu (dan masa keemasan) yang berbeda. Akan tetapi di sisi lain, penetapan konteks waktu terkesan mengabaikan konteks biografis nan hegemonik.
Sebagai contoh, apresiasi pada Lev Yashin sebagai salah satu kiper terhebat di dunia jelas tidak berhenti di tahun-tahun tertentu.
Contoh lain adalah Franz Beckenbauer. Di masa jayanya ia dikenal sebagai pemain bertahan yang spesial. Peran spesial itu hadir karena perannya sebagai libero yang membuatnya tak hanya bermain sebagai pemain bertahan tradisional ala Italia.
Berikutnya ada nama Enzo Francescoli. Pesepakbola
Dua nama lain lebih sensasional lagi: Johan Cruyff dan Diego Maradona. Keduanya adalah legenda bagi negaranya.
Terakhir, Diego Maradona. Dia dewa untuk rakyat sepakbola Argentina.
Rangkaian baris disini bukanlah sebuah kecaman atau ketidakpuasan terhadap BOLA. Tulisan ini justru sebuah wujud apresiasi lain atas kecermatan yang teramat sangat. Kecermatan berlebihan yang malah memiliki celah untuk diisi. Celah utamanya tentu pertanyaan mengenai konteks "dua dekade".
Menyimak 11 nama yang diajukan BOLA, saya pikir cukup menyebut pemilihan 'dream team' ini berdasarkan prestasi mereka di Eropa atau Dunia. Iker Casillas, Carles Puyol, Franco Baresi, Fabio Cannavaro, Paolo Maldini, Xavi Hernandez, Lotthar Matthaeus, Luis Figo, Zinedine Zidane, Lionel Messi, dan Ronaldo Nazario da Lima. Semuanya adalah nama-nama yang familiar dengan turnamen bergengsi di Eropa dan Dunia. Maksud saya bukan mencakup keseluruhan Eropa dan Dunia, tapi 1 kejuaraan di Eropa dan 1 kejuaraaan level Dunia.
Setelah saya pikir (lagi), headline "Terbaik Dua Dekade" bisa diubah menjadi "Para Juara di Eropa dan Dunia (...)" (lanjutkan dengan selera anda untuk membatasi waktu tertentu). Konteks waktu sangat penting, sama pentingnya dengan konteks biografis. Ujungnya adalah untuk mempertanyakan kembali "terbaik apa yang bagaimana" dan bukan "terbaik kapan yang mengapa".
Tapi mungkin, lebih layak untuk tidak mencari "yang terbaik". Karena ini cuma soal "memilih".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar